Selasa, 03 Juni 2008

Investigasi Sungai Cisadane Bag (1)

Menelusuri Pembuangan Limbah di Sungai Cisadane
Pipa Buangan Limbah ke Sungai Tertutupi Alang-alang
Sebagai daerah penyangga ibukota, Tangerang memang wilayah yang berpotensi sebagai pusat bisnis dan ekonomi yang menggiurkan. Seiring dengan detak jantung pembangunannya, Tangerang menjadi daerah padat penduduk yang diikuti dengan menggeliatnya industri, baik skala kecil, menengah maupun besar. Keberadaan industri benar-benar telah mengubah Tangerang dari berbagai dimensi sosial, ekonomi, pendidikan hingga lingkungan. Tapi sayang, julukan sebagai kota seribu industri ini belum didukung oleh kesadaran para pelaku industri dan tatanan hukum yang kuat. Pasalnya, tidak sedikit industri yang mengabaikan faktor lingkungan yang berujung pada rusaknya tatanan sumber daya alam yang ada. Tidak dipungkiri, industri turut andil dalam perubahan ekologi hayati kekayaan alam di Tangerang. Salah satunya, keberadaan air yang menjadi sumber penghidupan manusia, telah tercemar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Untuk mengetahui lebih jauh tentang kondisi alam, khususnya pencemaran air sungai di wilayah Tangerang, tim investigasi melakukan penelusuran di Sungai Cisadane Tangerang.
Diketahui, Sungai Cisadane adalah satu-satunya sumber air minum bagi warga Tangerang. Selain itu, sungai yang membentang mulai dari Bogor ini juga menjadi salah satu titik pembuangan limbah cair yang dihasilkan pabrik, perumahan, dan beberapa rumah sakit. Dengan menyewa sebuah perahu kecil yang diperoleh dari salah seorang warga, kami menelusuri pinggiran Sungai Cisadane yang dimulai dari jembatan Unis Kota Tangerang menuju arah Serpong, Kabupaten Tangerang. Awalnya, memang tidak ditemukan adanya perubahan warna pada air sungai. Hanya tumpukan sampah di sekitar sungai yang mengganggu jalannya penelusuran. Sepanjang sungai juga ditemui beberapa aktivitas warga yang tengah mengais rezeki dengan memancing dan menjala ikan, serta mengambil cacing di ke dalaman sungai dengan perahu. Setelah hampir sepuluh menit menyusuri pinggir Sungai Cisadane, tim mulai menemukan lubang-lubang saluran pembuangan limbah dari perusahaan. Jika dilihat sepintas, tidak terlihat tanda-tanda perubahan warna air. Namun setelah didekati, baru terlihat jelas perubahan warna air. Saluran pembuangan limbah yang pertama ditemui tim, yaitu limbah yang dibuang berwarna putih mencolok. Air limbah itu juga berbau tidak sedap menyengat dengan disertai gumpalan busa berwarna putih kecoklatan. Setelah mendokumentasikan gumpalan air membusa dari salah satu saluran pabrik, penelusuran pun dilanjutkan. Dalam rentang jarak hanya beberapa ratus meter dari hasil temuan pertama, tim kembali menemukan saluran air limbah pabrik kedua kalinya. Kali ini, cairan limbah yang ditumpahkan langsung ke sungai berwarna hitam pekat. Lubang saluran pembuangan limbah pabrik, banyak yang sudah tertutupi alang-alang. Sehingga, tidak begitu kentara akan adanya perubahan warna air di sekitar pembuangan. Diduga kuat, air limbah ini berasal dari pabrik tekstil yang cukup besar di Tangerang.
Selanjutnya, saluran limbah yang ditemui letaknya juga sepintas nyaris tak terlihat. Posisinya menjorok ke dalam, sehingga mirip semburan air dari dasar sungai. Ketika tim masih berjarak 20 meter dari saluran pembuangan, bau menyengat langsung menyambut. Ketika air di sekitarnya disentuh juga terasa berminyak. Menurut beberapa pencari ikan, limbah yang dibuang itu memang berasal dari pabrik CPO yang ada di DAS Cisadane.
Pemilik perahu yang ditumpangi tim, sempat bercerita tentang aktivitas pembuangan limbah pabrik-pabrik yang berdiri di sepanjang Sungai Cisadane. Katanya, kalau siang hari pembuangan limbahnya belum seberapa dibanding malam hari. “Kalau malam hari lebih parah. Lebih banyak, dan baunya luar biasa,” cerita si tukang perahu. Ia lantas menuturkan perusahaan-perusahaan yang rutin menggelontorkan limbahnya ke Sungai Cisadane seperti pabrik tekstil, logam, kertas, tahu, pembungkus makanan, dan lain-lain.
Jumlah perusahaan yang berdiri di sepanjang Sungai Cisadane memang lumayan banyak. Proses pembuangan limbah oleh industri di sungai ini, bukannya tidak diketahui oleh pejabat berwenang. Bahkan Menteri Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar bersama Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah belum lama ini, juga pernah memergoki perusahaan yang terang-terangan membuang limbah industrinya ke sungai Cisadane. Namun sayang, pemerintah hanya sebatas melakukan pemangilan dan tidak ada tindakan tegas. “PT PUP masih dalam pengawasan kita, sudah ada tindakan perbaikan oleh industri tapi masih belum sempurna dan sesuai dengan harapan. Kita sudah melakukan arahan untuk penyempurnaan dan kami akan ke lapangan lagi untuk mengeceknya,” kata Kepala Bapedalda Banten M Husni melalui short message service (SMS), akhir pekan lalu, menjawab pertanyaan tim perihal tindak lanjut kasus dugaan pencemaran lingkungan oleh PT PUP. Namun hingga kini pihak PT PUP masih tertutup perihal fasilitas pengelolaan limbah di perusahaannya. Saat hendak dikonfirmasi, tim investigasi tertahan di gerbang pabrik PT PUP yang dijaga keamanan pabrik.
Hal serupa juga terjadi di pabrik tekstil di Jalan MH Thamrin Kota Tangerang. Tak ada satu pun pihak keamanan yang memberikan kesempatan kepada tim investigasi untuk masuk pabrik. “Maaf pak bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk,” ujar salah seorang petugas keamanan. Ketika tim berkunjung ke PT Leograha, hanya diterima oleh bidang personalia. “Kalau pertanyaannya apakah IPAL berfungsi baik, bukan kami yang berwenang. Tapi kalau pertanyaannya apakah sudah punya IPAL, kami jawab sudah,” terang Ari, staf personalia tersebut. Merujuk data hasil uji laboratorium yang dilakukan PT Unilab Perdana terhadap kualitas air Sungai Cisadane pada tahun 2004, hasilnya mencengangkan. Dari empat lokasi yang diambil sampelnya, yaitu area Jembatan Gading Serpong, Jembatan Cikokol, Jembatan Robinson dan di Desa Sewan, rata-rata ada tujuh kandungan kimia yang diujikan melebihi baku mutu sesuai dengan yang ditetapkan dalam PP No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Misalnya di lokasi pengujian Jembatan Gading Serpong. Di lokasi ini parameter kimiawi yang melebihi baku mutu itu adalah kandungan zat padat tersuspensi (TSS) sebanyak 82,6 mg/l dari maksimum 50 mg/l, Dissolved Oxygen (DO) rata-rata 5,86 mg/l dari nilai minimum 6 mg/l, BOD rata-rata 3,97 mg/l dari batas maksimal 2 mg/l. Kemudian COD rata-rata 18,57 mg/l padahal yang seharusnya maksimal 10 mg/l, Anion Surfactan ( MBAS) 0,11 mg/l dari batas maksimal 0,02 mg/l, seng (Zn) 0,13 mg/l padahal batas maksimalnya 0,05 mg/l dan total koliform rata-rata 7,9x10 MPN/100 ml, padahal maksimalnya adalah 1x10 MPN/100 ml. Tim

Pemekaran Tangerang Selatan Disahkan Bulan Juni

Pemekaran kota otonom baru Tangerang Selatan tinggal selangkah lagi. Rencananya pada pekan depan Kota Tangerang Selatan akan disahkan oleh DPR RI, bersamaan 12 usulan daerah lain yang masuk kloter pertama untuk pemekaran wilayah.
"Kami sangat optimistis Kota Tangerang Selatan akan terbentuk dalam waktu dekat ini. Menurut rencana, DPR akan mengesahkannya pada 10 Juni mendatang," ungkap Salbini, Ketua Pansus Percepatan Pembentukan Kota Tangerang Selatan DPRD Kabupaten Tangerang, Sabtu (31/5).
Dikatakan Salbini, Kota Tangerang Selatan sangat berpeluang untuk disahkan bersamaan dengan 12 daerah lain yang masuk dalam kloter pertama. Bukan masuk kloter kedua yang terdiri dari 15 usulan daerah pemekaran.
"Kalangan DPR RI pun mengatakan demikian, bahwa Kota Tangerang Selatan berpeluang disahkan dalam waktu dekat ini," ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI Jazuli Juwaini saat dihubungi mengatakan, Kota Tangerang Selatan sangat berpeluang untuk disahkan pada bulan Juni mendatang.
"Jadwal tanggal 10 Juni masih tentatif. Yang pasti, telah disepakati daerah yang layak dimekarkan akan disahkan bulan Juni," ungkap Jazuli.
Jazuli mengakui bahwa pemerintah pusat telah menyatakan bahwa Kota Tangerang Selatan sudah tidak ada masalah lagi.
Dikatakan Jazuli, setelah DPR RI mensahkan, tahap selanjutnya ada di Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang akan meninjau ke Tangerang Selatan pada pekan-pekan ini.
"Saya sangat optimistis DPOD, juga akan menyetujuinya," ujar Jazuli yang juga mantan calon bupati Tangerang di Pilkada kemarin.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Tangerang mengaku siap menyambut kehadiran kota otonom baru di bagian selatan Kabupaten Tangerang tersebut.
"Seluruh aset milik Kabupaten Tangerang yang ada di wilayah Tangerang Selatan akan diserahkan," ungkap Asisten Daerah (Asda) I Pemkab Tangerang Mas Iman Kusnandar, akhir pekan kemarin.
Bahkan, lanjut Mas Imam, pemerintah induk Kabupaten Tangerang telah dialokasikan dalam APBD Kabupaten Tangerang sebesar Rp 30 miliar. Dari Pemerintah Provinsi Banten pun siap diberikan ke APBD Kota Tangerang Selatan.
Kota otonom baru ini terdiri dari tujuh kecamatan, yakni Ciputat, Ciputat Timur, Serpong, Serpong Utara, Pamulang, Pondok Aren, dan Setu.
Kantor Kecamatan Ciputat nantinya akan dijadikan kantor Pjs Walikota, Sekda, Asda 1 dan 2, Kabag (berjumlah delapan), Kasubag (berjumlah 23), kantor arsip, dan Satpol PP. Sedangkan Kantor Dinas Perhubungan di Kecamatan Setu akan dijadikan gedung DPRD Kota Tangerang Selatan.
Total alokasi anggaran yang telah disiapkan untuk Kota Tangsel sekitar Rp 53 miliar. Rinciannya, antara lain Rp 30 miliar dari APBD 2007 dan 2008 Kabupaten Tangerang, untuk pelaksanaan Pilkada Rp 9,7 miliar di APBD 2008 Kabupaten Tangerang, dan Rp 10 miliar dari Provinsi Banten.
Jika nanti terbentuk, Pemerintah Kabupaten Tangerang menyiapkan 4.631 pegawai baik fungsional maupun struktural, mulai dari sekda hingga staf pelaksana. PJI-Tangerang