Selasa, 23 Desember 2008

Bank Syariah

Konsepnya Sudah Menjadi Kebutuhan Internasional

Terujinya perbankan syariah saat melewati krisis ekonomi pada 1997 lalu, menjadi bukti sistem syariah yang diterapkan pada perbankan layak diperhitungkan. Bahkan konsep ini telah diterapkan di negara Eropa dan Asia, seperti Inggris, China, India, dan Singapura. Pembahasan ini menjadi diskusi serius pada workshop jurnalis mengenai perbankan syariah yang mengangkat tema krisis finansial global dan prospek perbankan syariah 2009 yang digelar Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) mengandeng Bank Muamalat di Bandung, Sabtu – Minggu (20-21/12). Ketua Tim Peneliti Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Harimurti Gunawan mengatakan, perbankan syariah lebih dari sekadar penerapan bagi hasil. Konsep syariah telah diadopsi negara-negara non-Islam karena dinilai lebih menguntungkan dan lebih aman. “Namun dalam konteks Indonesia, justru perkembangannya lambat, terutama pada tahun 1992-1997, karena belum ada undang-undang yang mengatur,” ujar Hari, Sabtu (20/12). Konsep ini pun mulai diterapkan bank konvensional dengan mendirikan unit usaha syariah. Fenomena ini menurut Hari semakin mendorong perkembangan syariah secara intensif. Prospek perbankan syariah di Indonesia, lanjut Hari, cukup potensial. Dengan jumlah penduduk yang mayoritas muslim dan sumber daya alam yang potensial, Indonesia memiliki prospek besar dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Di pasar global, sekitar 1,3 miliar penduduk muslim dunia mempresentasikan 20 persen populasi dunia dan memiliki total kontribusi mendekati 10% GNP dunia. “Perbankan syariah bukan hanya menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia, juga telah menjadi kecenderungan dunia internasional, bahkan Singapura menargetkan dapat memiliki bank syariah terbesar di Asia pada 2009 mendatang,” kata Hari. Bermunculannya perbankan syariah yang antara lain berasal dari bank konvensional, ditanggapi Avantiono Hadhianto, Asisten Direktur Bisnis Syariah International Bank Muamalat, merupakan hal positif. Menurut Tio, semakin banyak instansi perbankan syariah, konsep ini semakin banyak dikenal masyarakat. Bank Muamalat yang lahir pada 1991, memiliki 3.200 outlet yang tersebar di seluruh propinsi Indonesia, yang bekerjasama dengan PT Pos Indonesia. “Tahun 2009, ditargetkan dapat bekerjasama lagi dengan Kantor Pos yakni membuka 500 outlet,” kata Tio. (lai)

Jumat, 19 Desember 2008

Masjid Kali Pasir di Kawasan Pecinan

Mengunjungi Masjid Kali Pasir di Kawasan Pecinan
Dibuat Tahun 1700, Tetap Dimanfaatkan Hingga Sekarang

Sepintas, tidak ada yang istimewa dengan masjid yang satu ini. Semuanya tampak seperti bangunan masjid yang lainnya. Tapi jika melihat tahun pembuatan masjid ini, tentu tidak akan mengira jika usianya sekitar 308 tahun.

M.Deden Budiman – Ki Samaun

Masjid yang didirikan sekitar 1700-an di kawasan pecinaan ini terletak di sebuah gang kecil tidak jauh dari jalan Ki Samaun Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang. Meski sudah sangat tua, namun Masjid Kali Pasir hingga kini masih digunakan untuk beribadah umat Islam yang tinggal di sekitar masjid.
Dari informasi yang dihimpun, Masjid Kali Pasir merupakan warisan leluhur Kerajaan Pajajaran. Di sebut Masjid Kali Pasir karena memang lokasi masjid tersebut bernama Kampung Kali Pasir.
Masjid ini sendiri dibangun pertama kali oleh Tumenggung Pamit Wijaya, seorang utusan dari Kerajaan Pajajaran. Sesuai dengan fungsinya, pembangunan masjid ini juga untuk beribadah umat Islam yang tinggal di tempat itu.
Pada Masjid Kali Pasir terdapat beberapa ciri khas, di antaranya tiang penyangga masjid yang terbuat dari kayu jati sebanyak empat buah. Sampai saat ini, tiang penyangga tersebut masih kokoh dan belum pernah mengalami penggantian. Selain tiang penyangga, bagian yang merupakan wujud aslinya semenjak pertama kali dibangun adalah sebuah kubah kecil.
Semenjak dibangun pada tahun 1700-an, Masjid Kali Pasir telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pertama kali dipugar oleh Idar Dilaga pada tahun 1830. Pada saat itu bagian yang dipugar hanya bagian yang sudah keropos saja. Kemudian pemugaran kedua dilakukan pada tahun 1904, yaitu pada bagian menara.
Sedangkan pemugaran ketiga dilakukan pada 24 April 1959 pada bagian masjid dan menara juga tidak luput dari pemugaran. Terakhir, pemugaran dilakukan pada tahun 1961.
Pada saat pemugaran yang terakhir ini, hanya menyisakan beberapa bangunan aslinya. Menurut Engi (60), sesepuh kampung Kali Pasir bangunan asli yang terdapat pada masjid Kali Pasir hanya beberapa saja, seperti tiang penyangga dari kayu jati dan kubah. “Sedangkan menara bukan lagi bawaan aslinya,” ucap Engi.
Di belakang masjid ini juga terdapat makam Bupati Tangerang yang bernama Raden H Ahmad Penna. Tapi sangat disayangkan, keberadaan makam tokoh Tangerang ini tidak diketahui oleh khalayak umum. Selain itu, keberadaan makam juga kurang terawat dengan baik, padahal makam ini sering dikunjungi peziarah.(***)

Tugu Monumen LP Anak Tangerang

Menelusuri Sejarah Tugu Monumen LP Anak Wanita, Kota Tangerang
Dibangun Saudagar Arab, Berfungsi Sebagai Lonceng

Tugu Monumen LP Anak Wanita yang terletak di Jalan Daan Mogot, Kota Tangerang, merupakan satu dari sekian situs sejarah yang masih tersisa di Tangerang. Banyak versi cerita yang beredar akan fungsi monumen ini pada zaman dahulu. Seperti apa kondisinya?

M Deden Budiman – Daan Mogot

Dengan tinggi sekitar 10 meter, Monumen LP Anak Wanita terlihat berdiri kokoh di tengah halaman LP yang cukup luas. Meski di prasasti ditulis bangunan tersebut dibangun pada tahun 1877, namun secara umum kondisi bangunan ini cukup terawat. Catnya yang warna putih juga masih cerah, menunjukkan sering diganti. Begitu juga dengan rumput yang ada di sekelilingnya pun terpotong rapi.
Hingga sekarang, belum ada keterangan pasti yang menyebutkan fungsi monumen ini sebenarnya pada zaman dulu. Sebagian masyarakat yang tinggal tidak jauh dari lokasi itu mengatakan, bahwa fungsi monumen itu adalah sebagai tempat mengeksekusi mati narapidana yang membangkang pada VOC. Namun, sebagian masyarakat lagi mengatakan bahwa tugu itu awalnya adalah sebuah lonceng sebuah perkebunan tebu.
Menurut Abdul Gani (91), tokoh masyarakat Tanah Tinggi tugu tersebut dulunya dibangun oleh Wan Kalar (sekitar abad 16-17), seorang sudagar dari Baghdad, Irak. Pada saat itu, Wan Kalar adalah seorang pemilik perkebunan tebu. Pabrik penggilingan tebu sendiri adalah bangunan LP yang sekarang.
Dari cerita yang diperolehnya secara turun temurun, kata Abdul Gani, lonceng itu dibunyikan tiga kali sehari. Lonceng pertama dibunyikan untuk menandakan waktu masuk kerja, kemudian lonceng kedua menandakan waktu istirahat dan lonceng ketiga dibunyikan sebagai pertanda pegawai pulang.
"Bahkan menurut cerita kalau lonceng dibunyikan suaranya bisa terdengar sampai radius satu kilo. Bunyinya sangat nyaring,"kata Abdul Gani, Kamis (18/12).
Tentang kabar yang menyebutkan fungsi tugu itu sebagai tempat eksekusi mati para narapidana pada zaman VOC dibantah oleh Abdul Gani. Yang benar kata dia, pada saat itu Wan Kalar bekerjasama dengan VOC dalam mengelola perusahaan tebu.
"VOC ketika itu yang bertindak sebagai pembeli gula yang dihasilkan Wan Kalar,"katanya.
Sebagai bukti bahwa tempat itu dulunya adalah pabrik pengolahan tebu, Abdul Gani merujuk adanya makan Wan Kalar yang letaknya di samping tugu. Sampai saat ini kondisi makam tersebut kurang terawat. Disamping makam Wan Kalar juga terdapat satu makam lagi yang diduga makan istrinya.
Setelah Indonesia merdeka, lanjut Abdul Gani, fungsi bangunan tersebut diubah menjadi Akademi Militer Nasional (AMN) yang pertama. Sebagai Kepala AMN ketika itu adalah Mayor Daan Mogot yang kemudian namanya dibadikan menjadi nama salah satu jalan utama di Tangerang. Sedangkan fungsi tugu tersebut juga masih tetap dipertahankan sebagai lonceng yang dibunyikan setiap satu jam sekali.
"Kalau malam bunyinya sangat nyaring,"kata Abdul Gani.
Namun, setelah gedung tersebut dialihfungsikan menjadi LP sekitar tahun 1950-an lonceng yang terdapat di monumen tersebut hilang. “Saya sendiri sampai saat ini tidak tahu keberadaan loncengnya, padahal lonceng yang terdapat dalam monumen tersebut memiliki makna yang dalam,” jelasnya. (***)

Tjoe Soe Kong, Kelenteng Tertua di Tangerang

Menelusuri Sejarah Kelenteng Tertua di Tangerang
Diyakini Pernah Menyelamatkan Warga Korban Tsunami

Kelenteng Tjo Soe Kong di Jalan Raya Tanjung Kait, Mauk, Kabupaten Tangerang merupakan kelenteng tertua di Tangerang yang menyimpan segudang cerita. Bangunan berusia tua yang masih berdiri kokoh di sana, memegang peran penting ketika digunakan sebagai referensi sejarah.

BAHA SUGARA-Mauk

Keberadaan bangunan tua tidak lepas dari catatan sejarah. Begitu juga dengan Kelenteng Tjo Soe Kong yang telah mengiringi perkembangan wilayah ini selama 216 tahun. Sejak dibangun pada tahun 1792, kontruksi kelenteng itu tidak berubah.
Dua pagoda setinggi enam meter di depan kelenteng menjadi ciri tersendiri Kelenteng Tjo Soe Kong ini. Dua pagoda yang dibangun bersamaan dengan dibangunnya bangunan kelenteng hingga kini sama sekali belum pernah dipugar. Selain itu, batu berbentuk nisan pemberian dari seorang warga Negara Perancis, Andreas, masih terawat rapih di dalam kelenteng. Batu nisan ini dibawa langsung dari Tiongkok pada saat kelenteng mulai dibangun.
Ada satu cerita yang masih diyakini berkembang kuat di masyarakat terkait keberadaan kelenteng ini. Konon ceritanya, kelenteng ini telah melindungi dan menyelamatkan ratusan warga di sekitar Pantai Utara Tanjung Kait, saat terjadi Tsunami pada 1883 silam.
“Kala itu, Gunung Krakatau meletus sehingga terjadi tsunami di sepanjang pesisir Pantai Tanjung Kait ini. Semua yang ada di daratan dekat pantai musnah tersapu dan terendam ombak, kecuali kelenteng ini. Warga yang berlindung di kelenteng ini pun akhirnya selamat,” kata Joksan, pengurus kelenteng kepada Harian Tangerang, Jumat (19/12).
Untuk mengenang cerita sejarah itu, kata Joksan, lahirlah lagu berjudul Kramat Karam. Namun sayang, tidak banyak warga keturunan saat ini, yang hafal dengan syair lagu tersebut.
Dijelaskan Joksan, kelenteng ini pernah menjadi primadona di tahun 1960 hingga 1980. Kelenteng kerap disinggahi umat setiap malam Ce It dan Cap Go yaitu tanggal 1 dan 15 penanggalan Imlek. Mereka beribadah sambil menikmati panorama pesisir pantai utara Tanjung Kait di malam bulan purnama.
Namun, sejak 1990 sampai 2006, kehadiran umat menurun drastis. Kelenteng hanya ramai pada saat perayaan-perayaan tertentu seperti Sin Cia atau Sejit (hari ulang tahun dewa). Pada saat perayaan ini, ratusan pengunjung dari berbagai penjuru Indonesia bahkan dari mancanegara memadati tempat ini.
Saat Harian Tangerang berkunjung ke kelenteng ini, kelenteng ini seperti tak terurus dengan baik karena banyak sekali sampah-sampah berserakan di sekitar lokasi tempat peribadatan ini. Kambing-kambing warga berkeliaran di halaman kelenteng. Tak cuma itu, kehadiran sejumlah pengemis di sekitar kelenteng juga ikut merusak pemandangan dan sangat mengganggu aktivitas persembahyangan akibat ada kecenderungan pemaksaan terhadap pengunjung.
Pengurus yayasan terus berupaya mengembalikan nostalgia masa lalu dan menghidupkan kembali masa kejayaan kelenteng ini. Selain sebagai tempat ibadah, area kelenteng yang sejak dulu menjadi objek wisata pantai bagi umat luar kota akan tetap dipertahankan.
Saat ini pengurus kelenteng sedang membangun sebuah gazebo dan taman air, bertempat di halaman depan Kelenteng Tjo Soe Kong. Gazebo adalah tempat berbentuk kolam untuk umat melakukan ritual melepas sial. Di tempat ini, umat melepaskan binatang air ke dalam kolam.
“Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Putra Gubernur Banten Atut Chosiyah pada Sejit Kongco Tjo Soe Kong 3 Desember 2008 kemarin,” kata Joksan. (cr-2)

Kamis, 03 Juli 2008

Batik Banten

Batik Banten; Simbol Semangat Banten
Dibuat dengan hasil tangan 100 persen, dan dikerjakan secara teliti dengan nama yang diambil dari daerah paling ujung Jawa bagian Barat ini, Batik Banten menandakan semangat kebantenan yang tidak pernah luntur untuk terus dikumandangkan hingga kemanca negara. Siapapun yang memakainya akan merasa kebesaran Banten masa lalu.
Sejak ditetapkan menjadi satu-satunya batik nusantara yang benar-benar memiliki karakter unik. Batik Banten ini adalah batik paten pertama yang setiap motifnya menandakan garis-garis semangat kebantenan. Bahkan dimanca Negara, Batik ini menjadi batik juara dari 52 negara peserta pameran batik di Malaysia tahun 2005 lalu.
Jadi menurut si empunya produksi Batik Banten ini, Ir Uke Kurniawan, Batik Banten adalah batik yang selalu membanggakan masyarakat Banten dimanapun ia dibawa dan dipamerkan. Lihat saja, 12 nama motif yang ada, Surosowan, Mandalikan, Kawangsan, Pasulaman, Srimanganti, Sabakingking, Pamaranggen, Pancaniti, Pasepen dan Motif Panjanten, berapa orang akan mengingat nama-nama gelar kebangsawanan, kraton dan sejarah-sejarah masa lalu Banten.
Lain itu, Batik yang seluruh motifnya diambil dari nama toponim desa-desa kuna, nama gelar dan nama tata ruang kraton Kesultanan Banten ini sekilas sama dengan batik nusantara lainnya. Hanya saja, sebagai batik yang membawa nama daerah dimana batik ini berada, ada sesuatu yang membedakannya yakni nama “Banten” dimana ketika disebutkan orang akan teringat Kejayaan masa lalunya.
“Saya benar-benar tidak menyangka, ketika kami menggelar pameran di beberapa Negara, orang sangat mengenal Banten. Mengenal kebesarannya. Disinilah semangat Banten dikenalkan untuk semua kalangan,” kutip Tangerang Tribun dari pemilik Produksi Banten, Uke Kurniawan di rumah industrinya, Jln. Bhayangkara Depan Masjid Kubil no. 5 Kec Cipocok Jaya, Serang.
Menurut penuturannya, dimulai sejak adanya Surat Keputusan Gubernur Banten pada Oktober 2003 tentang pembentukan panitia peneliti batik Banten memicu batik ini untuk dibudidayakan. telah dilakukan pengkajian motif telah dilakukan sejak tahun 2002. Hasil dari pengkajian motif tersebut kemudian dipresentasikan di depan para arkeolog nasional, budayawan, dan pemerintah Banten pada September 2004.
“Sumber daya arkeologi yang memiliki seni hias Banten belum banyak terungkap. Hal ini yang menjadi bahan pemikiran bersama. Di antara sumber daya arkeologi yang telah terungkap secara sistematik antara lain pada Artefak Terwengkal, hasil penggalian Pusat Penelitian Arkeologi Universitas Indonesia tahun 1976," kata Uke.
Transformasi motif dari Terwengkal ke suatu kain batik Banten merupakan upaya-upaya menghidupkan kembali seni hias Banten yang telah hilang sejak abad ke-17.
Penyelamatan dan pelestarian potensi kekayaan intelektual masyarakat Banten yang telah hidup ratusan tahun itu telah diwujudkan ke dalam berbagai wahana, baik pada seni hias ornamental bangunan maupun pada seni hias kain yaitu batik.
Rekonstruksi seni hias yang dimunculkan melalui wahana keramik, gelasir, dan nongelasir telah diwujudkan oleh Yayasan Baluwarti pada tahun 1994. Tahun 2002 telah dimunculkan melalui ornamental bangunan- bangunan di kawasan Banten lama. Pada tahun 2004 seni hias Banten telah dimunculkan melalui wahana kain batik oleh PT Uthana Group.
"Ragam hias lokal genius yang berkesinambungan dari masa prasejarah hingga ke masa Islam adalah ragam hias berbentuk tumpal atau pucuk rebung, yang berubah interpretasi pemaknaannya. Pada masa Islam diisi dengan makna Mukernas yang artinya perukunan," kata Uke.
Berdasarkan penelitian para Arkeolog sebetulnya ditemukan 75 ragam hias fragmen kreweng Banten yang berbentuk tumpal dan belah ketupat sebagai motif batik. Namun, pada tahap sekarang dari 75 ragam itu hanya 12 motif yang akan diproduksi, yaitu Datulaya, Pamaranggen, Pasulaman, Kapurban, Pancaniti, Mandalikan, Pasepen, Surasowan, Kawangsan, Srimanganti, Sabakingking, Dan Pejantren.
Yang menjadi batik ini membawa simbol kebanggan dan semangat Banten yang menjadi ciri khas utama batik Banten adalah motif datulaya. Motif ini memiliki dasar belah ketupat berbentuk bunga dan lingkaran dalam figura sulur-sulur daun. Warna yang digunakan, motif dasar berwarna biru, variasi motif pada figura sulur-sulur daun berwarna abu-abu, pada dasar kain berwarna kuning.
“Hampir semua motif Banten dibubuhi warna Abu-abu soft (lembut, red) dimana artinya adalah keteguhan dan semangat. Orang Banten ini identik dengan semangat pantang meyerahnya. Dan dari situlah semangat ini akan dibawa dan diperkenalkan keseluruh nusantara dan manca Negara,” ibuh Uke. Dan bahkan Membuat batik Banten dikenal di dalam dan luar negeri adalah mimpi Uke.
“Selama ini suvenir dari Banten hanya golok. Kesannya terlalu kasar. Dengan batik Banten saya harap masyarakat Banten bisa dikenal sebagai masyarakat yang lembut dan berbudaya tinggi,” pungkasnya. (Sns)

Selasa, 03 Juni 2008

Investigasi Sungai Cisadane Bag (1)

Menelusuri Pembuangan Limbah di Sungai Cisadane
Pipa Buangan Limbah ke Sungai Tertutupi Alang-alang
Sebagai daerah penyangga ibukota, Tangerang memang wilayah yang berpotensi sebagai pusat bisnis dan ekonomi yang menggiurkan. Seiring dengan detak jantung pembangunannya, Tangerang menjadi daerah padat penduduk yang diikuti dengan menggeliatnya industri, baik skala kecil, menengah maupun besar. Keberadaan industri benar-benar telah mengubah Tangerang dari berbagai dimensi sosial, ekonomi, pendidikan hingga lingkungan. Tapi sayang, julukan sebagai kota seribu industri ini belum didukung oleh kesadaran para pelaku industri dan tatanan hukum yang kuat. Pasalnya, tidak sedikit industri yang mengabaikan faktor lingkungan yang berujung pada rusaknya tatanan sumber daya alam yang ada. Tidak dipungkiri, industri turut andil dalam perubahan ekologi hayati kekayaan alam di Tangerang. Salah satunya, keberadaan air yang menjadi sumber penghidupan manusia, telah tercemar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Untuk mengetahui lebih jauh tentang kondisi alam, khususnya pencemaran air sungai di wilayah Tangerang, tim investigasi melakukan penelusuran di Sungai Cisadane Tangerang.
Diketahui, Sungai Cisadane adalah satu-satunya sumber air minum bagi warga Tangerang. Selain itu, sungai yang membentang mulai dari Bogor ini juga menjadi salah satu titik pembuangan limbah cair yang dihasilkan pabrik, perumahan, dan beberapa rumah sakit. Dengan menyewa sebuah perahu kecil yang diperoleh dari salah seorang warga, kami menelusuri pinggiran Sungai Cisadane yang dimulai dari jembatan Unis Kota Tangerang menuju arah Serpong, Kabupaten Tangerang. Awalnya, memang tidak ditemukan adanya perubahan warna pada air sungai. Hanya tumpukan sampah di sekitar sungai yang mengganggu jalannya penelusuran. Sepanjang sungai juga ditemui beberapa aktivitas warga yang tengah mengais rezeki dengan memancing dan menjala ikan, serta mengambil cacing di ke dalaman sungai dengan perahu. Setelah hampir sepuluh menit menyusuri pinggir Sungai Cisadane, tim mulai menemukan lubang-lubang saluran pembuangan limbah dari perusahaan. Jika dilihat sepintas, tidak terlihat tanda-tanda perubahan warna air. Namun setelah didekati, baru terlihat jelas perubahan warna air. Saluran pembuangan limbah yang pertama ditemui tim, yaitu limbah yang dibuang berwarna putih mencolok. Air limbah itu juga berbau tidak sedap menyengat dengan disertai gumpalan busa berwarna putih kecoklatan. Setelah mendokumentasikan gumpalan air membusa dari salah satu saluran pabrik, penelusuran pun dilanjutkan. Dalam rentang jarak hanya beberapa ratus meter dari hasil temuan pertama, tim kembali menemukan saluran air limbah pabrik kedua kalinya. Kali ini, cairan limbah yang ditumpahkan langsung ke sungai berwarna hitam pekat. Lubang saluran pembuangan limbah pabrik, banyak yang sudah tertutupi alang-alang. Sehingga, tidak begitu kentara akan adanya perubahan warna air di sekitar pembuangan. Diduga kuat, air limbah ini berasal dari pabrik tekstil yang cukup besar di Tangerang.
Selanjutnya, saluran limbah yang ditemui letaknya juga sepintas nyaris tak terlihat. Posisinya menjorok ke dalam, sehingga mirip semburan air dari dasar sungai. Ketika tim masih berjarak 20 meter dari saluran pembuangan, bau menyengat langsung menyambut. Ketika air di sekitarnya disentuh juga terasa berminyak. Menurut beberapa pencari ikan, limbah yang dibuang itu memang berasal dari pabrik CPO yang ada di DAS Cisadane.
Pemilik perahu yang ditumpangi tim, sempat bercerita tentang aktivitas pembuangan limbah pabrik-pabrik yang berdiri di sepanjang Sungai Cisadane. Katanya, kalau siang hari pembuangan limbahnya belum seberapa dibanding malam hari. “Kalau malam hari lebih parah. Lebih banyak, dan baunya luar biasa,” cerita si tukang perahu. Ia lantas menuturkan perusahaan-perusahaan yang rutin menggelontorkan limbahnya ke Sungai Cisadane seperti pabrik tekstil, logam, kertas, tahu, pembungkus makanan, dan lain-lain.
Jumlah perusahaan yang berdiri di sepanjang Sungai Cisadane memang lumayan banyak. Proses pembuangan limbah oleh industri di sungai ini, bukannya tidak diketahui oleh pejabat berwenang. Bahkan Menteri Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar bersama Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah belum lama ini, juga pernah memergoki perusahaan yang terang-terangan membuang limbah industrinya ke sungai Cisadane. Namun sayang, pemerintah hanya sebatas melakukan pemangilan dan tidak ada tindakan tegas. “PT PUP masih dalam pengawasan kita, sudah ada tindakan perbaikan oleh industri tapi masih belum sempurna dan sesuai dengan harapan. Kita sudah melakukan arahan untuk penyempurnaan dan kami akan ke lapangan lagi untuk mengeceknya,” kata Kepala Bapedalda Banten M Husni melalui short message service (SMS), akhir pekan lalu, menjawab pertanyaan tim perihal tindak lanjut kasus dugaan pencemaran lingkungan oleh PT PUP. Namun hingga kini pihak PT PUP masih tertutup perihal fasilitas pengelolaan limbah di perusahaannya. Saat hendak dikonfirmasi, tim investigasi tertahan di gerbang pabrik PT PUP yang dijaga keamanan pabrik.
Hal serupa juga terjadi di pabrik tekstil di Jalan MH Thamrin Kota Tangerang. Tak ada satu pun pihak keamanan yang memberikan kesempatan kepada tim investigasi untuk masuk pabrik. “Maaf pak bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk,” ujar salah seorang petugas keamanan. Ketika tim berkunjung ke PT Leograha, hanya diterima oleh bidang personalia. “Kalau pertanyaannya apakah IPAL berfungsi baik, bukan kami yang berwenang. Tapi kalau pertanyaannya apakah sudah punya IPAL, kami jawab sudah,” terang Ari, staf personalia tersebut. Merujuk data hasil uji laboratorium yang dilakukan PT Unilab Perdana terhadap kualitas air Sungai Cisadane pada tahun 2004, hasilnya mencengangkan. Dari empat lokasi yang diambil sampelnya, yaitu area Jembatan Gading Serpong, Jembatan Cikokol, Jembatan Robinson dan di Desa Sewan, rata-rata ada tujuh kandungan kimia yang diujikan melebihi baku mutu sesuai dengan yang ditetapkan dalam PP No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Misalnya di lokasi pengujian Jembatan Gading Serpong. Di lokasi ini parameter kimiawi yang melebihi baku mutu itu adalah kandungan zat padat tersuspensi (TSS) sebanyak 82,6 mg/l dari maksimum 50 mg/l, Dissolved Oxygen (DO) rata-rata 5,86 mg/l dari nilai minimum 6 mg/l, BOD rata-rata 3,97 mg/l dari batas maksimal 2 mg/l. Kemudian COD rata-rata 18,57 mg/l padahal yang seharusnya maksimal 10 mg/l, Anion Surfactan ( MBAS) 0,11 mg/l dari batas maksimal 0,02 mg/l, seng (Zn) 0,13 mg/l padahal batas maksimalnya 0,05 mg/l dan total koliform rata-rata 7,9x10 MPN/100 ml, padahal maksimalnya adalah 1x10 MPN/100 ml. Tim

Pemekaran Tangerang Selatan Disahkan Bulan Juni

Pemekaran kota otonom baru Tangerang Selatan tinggal selangkah lagi. Rencananya pada pekan depan Kota Tangerang Selatan akan disahkan oleh DPR RI, bersamaan 12 usulan daerah lain yang masuk kloter pertama untuk pemekaran wilayah.
"Kami sangat optimistis Kota Tangerang Selatan akan terbentuk dalam waktu dekat ini. Menurut rencana, DPR akan mengesahkannya pada 10 Juni mendatang," ungkap Salbini, Ketua Pansus Percepatan Pembentukan Kota Tangerang Selatan DPRD Kabupaten Tangerang, Sabtu (31/5).
Dikatakan Salbini, Kota Tangerang Selatan sangat berpeluang untuk disahkan bersamaan dengan 12 daerah lain yang masuk dalam kloter pertama. Bukan masuk kloter kedua yang terdiri dari 15 usulan daerah pemekaran.
"Kalangan DPR RI pun mengatakan demikian, bahwa Kota Tangerang Selatan berpeluang disahkan dalam waktu dekat ini," ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI Jazuli Juwaini saat dihubungi mengatakan, Kota Tangerang Selatan sangat berpeluang untuk disahkan pada bulan Juni mendatang.
"Jadwal tanggal 10 Juni masih tentatif. Yang pasti, telah disepakati daerah yang layak dimekarkan akan disahkan bulan Juni," ungkap Jazuli.
Jazuli mengakui bahwa pemerintah pusat telah menyatakan bahwa Kota Tangerang Selatan sudah tidak ada masalah lagi.
Dikatakan Jazuli, setelah DPR RI mensahkan, tahap selanjutnya ada di Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang akan meninjau ke Tangerang Selatan pada pekan-pekan ini.
"Saya sangat optimistis DPOD, juga akan menyetujuinya," ujar Jazuli yang juga mantan calon bupati Tangerang di Pilkada kemarin.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Tangerang mengaku siap menyambut kehadiran kota otonom baru di bagian selatan Kabupaten Tangerang tersebut.
"Seluruh aset milik Kabupaten Tangerang yang ada di wilayah Tangerang Selatan akan diserahkan," ungkap Asisten Daerah (Asda) I Pemkab Tangerang Mas Iman Kusnandar, akhir pekan kemarin.
Bahkan, lanjut Mas Imam, pemerintah induk Kabupaten Tangerang telah dialokasikan dalam APBD Kabupaten Tangerang sebesar Rp 30 miliar. Dari Pemerintah Provinsi Banten pun siap diberikan ke APBD Kota Tangerang Selatan.
Kota otonom baru ini terdiri dari tujuh kecamatan, yakni Ciputat, Ciputat Timur, Serpong, Serpong Utara, Pamulang, Pondok Aren, dan Setu.
Kantor Kecamatan Ciputat nantinya akan dijadikan kantor Pjs Walikota, Sekda, Asda 1 dan 2, Kabag (berjumlah delapan), Kasubag (berjumlah 23), kantor arsip, dan Satpol PP. Sedangkan Kantor Dinas Perhubungan di Kecamatan Setu akan dijadikan gedung DPRD Kota Tangerang Selatan.
Total alokasi anggaran yang telah disiapkan untuk Kota Tangsel sekitar Rp 53 miliar. Rinciannya, antara lain Rp 30 miliar dari APBD 2007 dan 2008 Kabupaten Tangerang, untuk pelaksanaan Pilkada Rp 9,7 miliar di APBD 2008 Kabupaten Tangerang, dan Rp 10 miliar dari Provinsi Banten.
Jika nanti terbentuk, Pemerintah Kabupaten Tangerang menyiapkan 4.631 pegawai baik fungsional maupun struktural, mulai dari sekda hingga staf pelaksana. PJI-Tangerang